Manusa Yadnya

adalah suatu upacara suci atau pengorbanan suci demi kesempurnaan hidup manusia. Di dalam pelaksanaan upacara Manusa Yadnya masalah tempat, keadaan, dan waktu sangat penting. Secara umum upacara itu dilaksanakan pada saat anak mengalami masa peralihan. Sebab ada anggapan bahwa pada saat-saat itulah anak dalam keadaan kritis, sehingga perlu diupacarai atau diselamati. Dalam menyelenggarakan segala usaha serta kegiatan spiritual tersebut masih ada lagi kegiatan dalam bentuk yang lebih nyata demi kernajuan pendidikan, kesehatan dan lain-lain guna persiapan menempuh kehidupan bermasyarakat.

Tujuan

Tujuan dari Manusa Yadnya atau Sarira Samskara adalah untuk menyucikan diri lahir bathin (pamari sudha raga) dan memohon keselamatan dalam upaya peningkatan kehidupan spiritual menuju kebahagian baik di dunia maupun di alam niskala.

Pitra yadnya

adalah suatu upacara pemujaan dengan hati yang tulus ikhlas dan suci yang di tujukan kepada para Pitara dan roh-roh leluhur yang telah meninggal dunia.

Pitra yadnya juga berarti penghormatan dan pemeliharaan atau pemberian sesuatu yang baik dan layak kepada ayah-bunda dan kepada orang-orang tua yang telah meninggal yang ada di lingkungan keluarga sebagai suatu kelanjutan rasa bakti seorang anak ( sentana ) terhadap leluhurnya. Pelaksanaan upacara Pitra Yadnya di pandang sangat penting, karena seorang anak ( sentana ) mempunyai hutang budi, bahkan dapat di katakana berhutang jiwa kepada leluhurnya.

Carirakrt pranadata yasya

Cannami bhunjate,

Kramenaite trayo’pyuktah

Pitaro dharmasadhane” ( Sarasamuccaya 242 )

Artinya:

Tiga perinciannya (yang disebut) Bapa menurut tingkah lakunya, carirakrta, pranadata (dan) annadata; carirakrta artinya yang menjadikan tubuh, pranadata yaitu yang memberi hidup (dan) annadata artinya yang memberi makan serta mengasuhnya.

“Yam matapitaram klesam

seheta sambhawenrnam

na tasya niskrtih cakya

kartum warsa catairapi” (Manawa Dharmasastra II.227)

Artinya:

Penderitaan yang diabaikan oleh Bapak dan Ibu pada waktu lahir anak (bayi) tidak dapat dibayar walaupun dalam waktu seratus tahun.

“Kengetakna grtrani kawitanta,

Tkeng anak putunta sukula Bretya nucara,

me pwakita Panahura hutanganta ring yayah bibi,

panebusaning sarirakret ngaranya kasampurna dening yasa sembanta”(Kunti Yadnya)

Artinya:

Ingatlah jasa-jasa leluhurmu pada anak cucu serta pada seluruh sanak keluarga, patutlah membayar segala hutangmu pada Ayah Ibu.

Berdasarkan penjelasan di atas kita gambarkan bahwa kita wajib membayar hutang itu pada orang tua. Pembayaran hutang itu diwujudkan dalam bentuk Pitra Yadnya. Wujud-wujud tersebut dapat berbentuk seperti di bawah ini:

Menghormati orang tua atau leluhurSedapat mungkin dapat menuruti nasehat orang tuaMenjamin orang tua setelah usia lanjut, termasuk di dalamnya menjamin makanan, kesehatan, atau hal yang menyangkut sandang pangan dan papanMengajak orang tua bercakap-cakap sebagai cerminan cinta kasih keluarga.

Dengan memperhatikan jasa-jasa orang tua tersebut, maka seorang anak (sentana) berkewajiban melaksanakan Pitra Yadnya di dalam hidupnya, yang berintikan rasa bakti yang tulus ikhlas demi untuk pengabdian kepada orang tua dan leluhur.

Upacara Pitra Yadnya bertujuan untuk meningkatkan kedudukan Pitara atau roh-roh leluhur yang telah meninggal sesuai dengan tingkatan yadnya yang di selenggarakan. Jadi menurut agama Hindu, bahwa orang yang masih hidup dapat juga turut berusaha mengangkat kedudukan Pitara, dari tingkat rendah menuju tingkat yang lebih tinggi.

Makna upacara Bhuta Yadnya

Kalau ditinjau dari fungsinya, Fungsi upacara Bhuta Yadnya adalah sebagai sarana untuk menetralisir (nyomya) semua kekuatan-kekuatan yang bersifat Asuri Sampad (sifat keburukan) yang telah bersemayam ke dalam bhuwana agung (makrokosmos) dan Bhuwana alit (mikrokosmos), sehingga dapat mencapai  bhuta hita agar keseimbangan, keselarasan dan keserasian antara bhuwana agung dan bhuwana alit dapat dipertahankan secara berkesinambungan.

Kalau dilihat dari segi makna pelaksanaan upacara Bhuta yadnya, maka Makna Upacara Bhuta Yadnya adalah sebagai berikut:

 

  1. Bermakna sebagai pengeruat (penyupatan)
  1. Bemakna sebagai kesejahteraan
  1. Bermakna sebagai peleburan dosa
  1. Bermakna sebagai korban suci (yadnya)

Makna dan Tujuan Dewa Yadnya

 

Pelaksanaan Dewa Yadnya adalah karena adanya hutang kepada Sang Hyang Widhi Wasa yang telah menciptakan alam semesta beserta isinya termasuk di dalamnya adalah manusia. Manusia bisa memanfaatkan isi alam ini dengan semuanya bersumber dan diciptakan oleh Tuhan. Hutang ini disebut dengan Dewa Rna. Atas dasar itu umat Hindu sewajibnya berbhakti kepada Sang Hyang Widhi dengan melaksanakan persembahan dalam bentuk Dewa Yadnya.
Pelaksanaan Dewa Yadnya dapat dilakukan dengan berbagai bentuk. Aktivitas kehidupan sehari-hari dapat diwujudkan menjadi Yadnya dengan cara melaksanakan semua aktivitas yang didasari oleh kesadaran, keikhlasan, penuh tanggung jawab dan menjadikan aktivitas tersebut sebagai persembahan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa sebagaimana sabda Tuhan melalui Bhagawad Gita dalam sloka seperti :
Yajòàathàt karmano ‘nyatra loko ‘yaý karma-bandhanah,
Tad-artham karma kaunteya mukta-saògaá samàcara (Bhagawad Gita, III.9)
Artinya:
Kecuali kerja yang dilakukan sebagai dan untuk tujuan pengorbanan, dunia ini terbelenggu oleh kegiatan kerja. Oleh karena itu, wahai putra Kunti (Arjuna), lakukanlah kegiatanmu sebagai pengorbanan dan jangan terikat dengan hasilnya.
Pelaksanaan Dewa Yadnya memiliki tujuan antara lain :
Untuk menyatakan rasa terima kasih kepada Tuhan.Sebagai ungkapan rasa bhakti kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa.Sebagai jalan untuk memohon perlindungan dan waranugraha serta permohonan pengampunan atas segala dosa.Sebagai pengejawantahan ajaran Weda.
Pada dasarnya Yadnya itu bertujuan untuk membayar hutang (Rna) yaitu hutang budi dan hutang kepada Tuhan (Sang Hyang Widhi Wasa). Karena berkat Yadnya kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa, alam semesta beserta isinya ini diciptakan. Para Dewa adalah cahaya atau sinar Tuhan (Ida Sang Hyang Widhi Wasa) yang dikuasakan untuk menjaga alam semesta beserta isinya. Karena itu para Dewa harus dipuaskan dengan pelaksanaan yadnya-yadnya yang sudah ditentukan dalam Veda. Selanjutnya ada berbagai jenis Yadnya yang  dilakukan manusia untuk mencapaikan perasaan atau pengharapannya, misalnya untuk memohon penyucian, permohonan maaf tentunya dengan berbagai jenis persembahannya dengan tujuan akhir dipersembahkan kepada Tuhan (Sang Hyang Widhi Wasa).
Perlu diketahui bahwa segala kebutuhan hidup masyarakat disediakan oleh para Dewa sebagai administrator-administrator alam semesta. Tidak ada seorangpun di dunia ini dapat membuat sesuatu untuk dirinya sendiri, misalnya manusia tidak dapat membuat beras, demikian juga air, api, udara, tanah dan eter. Tanpa kekuatan Tuhan (Sang Hyang Widhi Wasa) tidak mungkin ada sinar matahari, hujan, angin dan lain sebagainya yang berlimpah-limpah dan tanpa ada unsur itu seseorang tidak dapat hidup. Jadi Yadnya yang kita persembahkan adalah sebagai wujud balas budi serta wujud bhakti kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa atas segala karunia-Nya.

Rsi Yadnya

adalah sedekah atau punia atau juga persembahan kepada para pendeta atau para pemimpin upacara keagamaan. Sedekah atau persembahan ini dapat dilakukan pada waktu-waktu tertentu, yaitu pada saat Beliau menyelesaikan suatu upacara, atau memberikan diksa kepada sisyanya.

Sedekah atau punia yang dipersembahkan kepada para pendeta disebut dengan daksina. Adapun tujuannya adalah sebagai tanda terima kasih kepada para pendeta karena beliau telah menyelesaikan upacara yadnya.

Di samping itu mentaati dan mengamalkan ajaran orang-orang suci, membantu segala usaha para Sulinggih, turut memajukan pendidikan terutama dibidang keagamaan, membangun tempat pemujaan untuk orang-orang suci atau sulinggih, semuanya itu juga termasuk pelaksanaan Rsi Yadnya.

Sejak dahulu sampai sekarang kedudukan ornag-orang suci atau Rsi, Pendeta, atau Sulinggih memegang peranan penting dalam hubungannya dengan agama Hindu. Para Rsilah yang menerima wahyu Weda, kemudian menyebarkan ajaran-ajaran Weda tersebut. Dan selanjutnya sampai sekarang bahwa yang memimpin upacara-upacara keagamaan adalah orang-orang suci atau pendeta atau sulinggih. Karena itu kita sebagai umat beragama hendaknya menghormati orang-orang suci kita dengan melakukan Rsi Yadnya.

Ada beberapa tugas seorang Rsi, yaitu :

  1. Menyelesaikan yadnya yang di minta oleh orang yang mempunyai atau melaksanakan upacara yadnya ( yajamana ).
  2. Menyebarkan ajaran Weda. Di sini seorang rsi mempunyai kewajiban sebagai pengajar dan sebagai pendidik, karena rsi tersebut merupakan perantara ilmu pengetahuan Weda kepada para siswanya dan beliau jug sebagai pendidik karena beliau harus dapat mengembangkan pribadi siswanya serta mendekatkan mereka kepada pengaruh-pengaruh yang baik.
  3. Sebagai seorang rsi, beliau mempunyai kewajiban untuk berperan secara aktif dalam memecahkan masalah-masalah yang ada hubungannya dengan keagamaan, misalnya penentuan hari-hari baik untuk melakukan yadnya, memulai suatu pekerjaan-pekerjaan penting dan lain sebagainya.